Sejarah Desa Penuktukan
Sejarah berdirinya Desa Penuktukan
Pada waktu datangnya masa kaliyuga sekitar abad ke -18 dimana banyak terjadi sengketa dan perpecahan, puri bungbungan tidak luput dari pada adanya perebutan pengaruh antar keluarga , pertentangan ini merembet keluar menimbulkan pecahnya pengikut - pengikut puri. Pada suatu malam, seorang keluarga puri meninggalkan puri diiringi oleh pengikut- pengikutnya yang setia beralih tempat ke pura sungsungan puri ( Togoh ) dan bersemedi disana mohon petunjuk laksana apa yang sebaiknya dilakukan. Pewisik menyatakan , bahwa beliau sebaiknya nilar negari dan hendaknya pergi ke belat gunung. Berangkatlah rombongan kecil itu menyusup ke tengah hutan , menyusur lambung gunung batur agar tidak diketahui jejaknya . Akhirnya sampailah rombongan ini ke tepi pantai laut utara pulau bali, pada suatu alas tutupan. Sesampainya di sana, rombongan ini berketetapan untuk tidak melanjutkan perjalanan lagi karena dirasa sudah cukup jauh dan aman , Mulailah mereka merabas hutan.Ternyata bahwa hutan ini masuk wewidangan desa les ( Dahulu Panjingan ) dan akhirnya perabasan hutan ini mendapat teguran dari para hulu Desa Les. Dari soal jawab yang terjadi antara Hulu Desa Les dan rombongan dari Bungbungan , maka Hulu desa les berketetapan dapat memperkenankan perabasan dengan syarat :
Oleh karena para pendatang dari bungbungan itu memerlukan sekali tempat untuk menetap disamping menghilangkan jejak , maka mereka dengan rela memenuhi syarat yang diajukan.Dengan dipenuhinya syarat ini , maka para pendatang diperbolehkan terus merabas hutan hak memiliki tanah dengan batas paling barat adalah Sebelah tepi timur sungai Penganggasan. Sejak saat itu para pendatang secara bergiliran kembali ke bungbungan untuk menjemput keluarganya serta mengmbil berbagai peralatan yang diperlukan , Selain pendatang dari bungbungan banyak pula pendatang dari lain tempat bergabung disana. Tempat merabas hutan itu lalu tumbuh menjadi padukuhan , untuk kepentingan penghormatan kepada leluhur. Mereka membangun sebuah pelinggih . Oleh karena para pendatang itu berasal dari berbagai keturunan, tetapi sama bersepakat untuk menjadi kesamen , maka hanya dibuat satu pelinggoih saja. Dengan demikian perbedaan yang mungkin ada dipecahkan.
Dalam keadaan dimana pedukuhan itu makin berkembang , maka mereka berhadapkan dengan masalah baru, yaitu makin banyaknya kapal dan perahu yang kelihatan lalu-lalang di lautan. Agar terhindar seperti peristiwa hancurnya panjingan maka disepakati untuk memindahkan pedusunan itu lebih ke hulu ke tempat adanya sekarang.
Dengan diberikannya hak punya tanah oleh Hulu desa les, maka pedusunan itu makin berkembang ( Metuptupan )dan Desa itu diberi nama Desa Tuptupan atau Desa Penuktukan.